Banten

Penangkapan Mahasiswa di Banten Dinilai Bentuk Kriminalisasi dan Pembungkaman Sipil

BANTEN – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar, Rizal Hakiki menilai penangkapan sepuluh mahasiswa oleh aparat kepolisian Polresta Serang Kota pasca aksi 30 Agustus 2025 di Banten sebagai bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi dan mengancam hak-hak sipil masyarakat.

Menurut Rizal, rangkaian penangkapan terhadap mahasiswa yang terjadi sejak Agustus lalu tidak hanya berlangsung di Banten, tetapi juga terjadi di sejumlah daerah lain. Kondisi tersebut dinilai telah mereduksi hak kebebasan berpendapat dan berekspresi di ruang publik.

Ia menegaskan, dampak dari situasi tersebut adalah munculnya rasa takut di tengah masyarakat. Masyarakat menjadi khawatir untuk menyampaikan keresahan dan kritik, bahkan melakukan penyensoran sendiri (self-censorship).

“Akhirnya masyarakat berpikir dua kali untuk menyampaikan keresahan. Ini dampak langsung dari perburuan terhadap masyarakat sipil,” katanya melalui sambungan telepon, Selasa (30/12/2025).

Baca juga Polresta Serang Kota Ungkap Penangkapan 10 Aktivis Mahasiswa Pasca-Demo Agustus 2025 Lalu, Sebut Ada Atensi Mabes Polri

Rizal juga menilai pola penangkapan terhadap sepuluh mahasiswa tersebut mengindikasikan kuat adanya kriminalisasi terhadap ekspresi kritis. Ia menyebut hukum yang seharusnya berfungsi sebagai alat perlindungan bagi warga negara justru digunakan sebagai alat kontrol sosial.

“Kami memandang pola penangkapan ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap ekspresi kritis,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rizal menyoroti prosedur penegakan hukum yang dilakukan aparat. Ia menilai tidak adanya pemanggilan terlebih dahulu terhadap mahasiswa yang ditangkap merupakan pelanggaran hak atas peradilan yang adil (fair trial).

“Penyidik kepolisian memiliki kewajiban untuk melakukan pemanggilan terlebih dahulu terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana. Hal ini diatur dalam KUHAP, putusan Mahkamah Konstitusi, serta ICCPR,” jelasnya.

Menurutnya, penangkapan tanpa memberikan kesempatan klarifikasi atau pembelaan sebelum penetapan status tersangka merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

“Ini adalah pelanggaran HAM karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk mengklarifikasi atau melakukan pembelaan diri,” jelasnya.

Atas dasar itu, LBH Pijar menyimpulkan secara kuat bahwa peristiwa tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis dan mahasiswa yang menyampaikan keresahan publik.
Terkait pendampingan hukum, Rizal mengungkapkan bahwa dari total sepuluh mahasiswa yang ditangkap, LBH Pijar saat ini mendampingi dua orang mahasiswa. Pihaknya masih berupaya mencari akses dan memastikan apakah mahasiswa lain telah mendapatkan bantuan hukum.

“Kami masih berupaya mencari akses dan interaksi, termasuk memastikan apakah mereka sudah mendapatkan bantuan hukum,” pungkasnya. (ukt)

Related Articles

Leave a Reply

Back to top button